Banjarmasin ketika musim kering

Banjarmasin ketika musim kering - Malam yang selalu hitam, langit kehilangan cahaya bahkan sejauh mata memandang hanya kabul tebal yang terbentang. Barangkali Tuhan sudah murka dengan segala peristiwa angkara yang mengatasnamakan cinta kasih, dan perjualbelian ayat-ayatNya dengan harga murah oleh manusia yang tak bertanggungjawab dan tak tahu berterima kasih.

Oktober di tahun 1991, Antoni Syaifullah; menarik kencang udara malam dan melepaskannya kuat-kuat seolah hendak mengungkapkan pada kabut tebal saat Banjarmasin ketika musim kering tentang jiwanya yang resah!?. Sesekali terdengar suara dengus nafasnya dayak, tak beraturan dan keluhan samar-samar yang hampir menyerupai bisikan angin malam yang kering.

“Ghea, sakit dan sungguh ia memerlukan kehadiranmu, Antoni!”, Cobalah untuk memahami perasaannya, atau kamu sudah tidak mencintainya lagi?” Puspa menatap sosok tubuh didepannya yang hanya menunduk bisu. “Antoni!”, “Jangan hanya diam, atau kau telah berubah jadi patung ?”, “Ah kau kan bukan patung, kau kan masih punya perasaan untuk tidak mengacuhkan kehadiranku disini!? Puspa mulai kesal menghadapi kebisuan laki-laki muda didepannya, kekasih sahabatnya yang sedang sakit akibat Banjarmasin ketika musim kering.

“Puspa, “maafkan aku, aku ah aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan?”, Antoni akhirnya berkata. “Ah!”, aku sungguh-sungguh bingung menghadapi semua yang terjadi ini!”, lanjutnya setengah mengeluh. “Antoni, untuk saat ini cobalah redam semua kegalauan hatimu dan hadapilah dengan lapang dada perlakuan yang merendahkan harga dirimu, atau kamu masih mendendam terhadap ayah Ghea?”” Ah”, “tidak, tidak aku sudah melupakan semua itu, Puspa percayalah, padaku!”, “bahkan aku berpikir apa yang dikatakan ayah Ghea memang benar adanya, Banjarmasin ketika musim kering aku memang tidak pantas untuk menjadi kekasih anaknya, bertemanpun aku masih harus bercermin diri dulu”, ucap Antoni memelas. Untuk sejurus lamanya Puspa terdiam, larut terbawa kata-kata duka Antoni.

“Ah, keluhnya dalam hati, Antoni itulah yang selalu membuat aku mencintaimu, dari dulu, sampai saat ini masih saja aku mengharapkan sesuatu yang tak akan mungkin terjadi; menjadi kekasihmu”. Sesaat Puspa terbawa lamunannya. Itulah seorang Antoni, Banjarmasin ketika musim kering lelaki muda yang selalu siap membuka pintu maafnya untuk siapa saja, lelaki yang tak beribu bapa yang lagi siap mengulurkan bantuan untuk siapa saja yang mau menerima bantuannya yang bukan materi, sebai ia jauh dari hidup yang berkecukupan Banjarmasin ketika musim kering.